DONGONG UTOPIA; Ini Dia yang Terjadi Jika Rakyat Indonesia Sudah Tidak Tertarik Pada Politik. Pernahkah Terpikir?

Gambar 1.1 Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom

• • •

Ke”GELAP”-an

Politik memang tidak selalu menjanjikan jalan yang lurus. Ada jalan yang perlu dipahami lebih lanjut, atau dapat disebut sebagai “giringan orang lain” agar yang aktif dalam politik terhuyung-huyung ke jurang terjal. Ada yang perlu dilawan, misalnya berbagai macam konflik politik. Nah, kita semua sudah mengetahui bahwa rakyat adalah pendukung terbesar dalam keaktifan politik. Semakin tidak ada rakyat yang tertarik dalam politik, sama saja dengan mematikan suatu sistem keamanan negara.

ANTISIPASI NEGARA

Berikut merupakan peranan rakyat dalam antisipasi negara dan demokrasi;
1. Mengikuti pemilihan umum; pesta demokrasi Pemilihan Umum atau Pemilu ini diadakan secara teratur dengan asas Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) sesuai dengan ketentuan UUD 1945 Pasal 22E. Namun, rakyat yang bisa mengikuti Pemilu adalah yang sudah cukup umur menurut undang-undang. Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.”
Sedangkan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.”
2. Menjunjung tinggi asas demokrasi; sebagai contoh, masyarakat dapat melakukan voting. Warga Negara Indonesia dilarang menggunakan asas sistem pemerintahan di luar demokrasi. Misalnya tirani ataupun oligarki yang pada dasarnya adalah kebalikan dari demokrasi.
3. Ikut serta dalam perumusan undang-undang; rakyat memiliki kapasitas untuk mengajukan pembuatan serta perumusan undang-undang dalam sistem pemerintahan demokrasi. Tentunya, usulan rakyat akan disesuaikan dengan kebutuhan suatu tatanan negara juga masyarakat. Hal ini dilakukan agar keaktifan tujuan politik mencapai suatu instrumental yang adil. Rakyat dapat mengusulkan terkait perumusan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
4. Sebagai kontrol sosial demokrasi; rakyat memiliki kapasitas guna melaporkan pelanggaran asas demokrasi pada lembaga penegak hukum.

EKSISTENSI MANUSIA

Sebagai masyarakat kita tidak hanya dituntut untuk menjaga keamanan, tetapi juga memiliki identitas sebagai makhluk sosial. Itu artinya, manusia memiliki naluri yang membimbing tindakan manusia. Kehidupan bermasyarakat ini telah dijamin oleh hukum dan HAM yang telah ada, oleh sebab itu kriminalitas dalam suatu kenegaraan akan mendapatkan sanksi sesuai pertimbangan yang telah dilansir. Namun sebaliknya, jika manusia sudah tidak tertarik pada politik semua itu akan sirna begitu saja. Berdasarkan KBBI /tertarik/ adalah: kena tarik; ditarik (dihela dan sebagainya) bersama dengan yang lain. Yang artinya, kata “tertarik” tidak hanya mendorong individu untuk melakukan sesuatu, tetapi juga membuat nalurinya sebagai makhluk sosial terhubung. Kolerasi ini pada akhirnya dapat menguatkan keaktifan politik sebab sistem negara selalu berjalan jika ada orang yang membuatnya mengepakkan sayap. Jika rakyat tidak tertarik, sama saja semua hukum dan aturan yang dirancang sedemikian rupa tidak dihidupkan.

BERDASARKAN ASPEK PENYALURAN SUARA

Jika dalam dunia sosial, semua yang tertarik memiliki kecenderungan untuk melanjuti aktivitas sosial. Sehingga mendorong adanya keaktifan dinamika sosial. Dinamika sosial ini mendorong masyarakat untuk bersuara mengakibatkan pergerakan dunia politik. Misalnya pada saat pemilihan presiden. Yang paling utama adalah ketertarik rakyat untuk bergerak aktif dalam perpolitikan. Tidak peduli siapa pun yang dipilih, karena pada dasarnya dalam voting yang dibutuhkan adalah kesiapan rakyat dalam memberikan suara penyuluhan suara. Jika kita menganalisis secara psikologis dalam sistem voting, maka voting tidak harus dilakukan sesuai dengan keinginan, dan hasil voting terbanyak tidak harus sesuai keinginan. Voting adalah pengambilan keputusan utama yang dibuat oleh keputusan parlemen sebagai otoritas yang kompeten terhadap rancangan undang-udang. Jika voting dikonotasikan sebagai hal yang negatif karena hanya mencakup suara mayoritas, maka yang terjadi adalah bias. Hal ini diperjelas dengan adanya tujuan voting memanglah untuk mencari suara terbanyak dalam perpolitikan. Terlepas dari kebeneran bahwa anggota yang tidak setuju (atau dikonotasikan sebagai minoritas) berarti keinginannya secara tidak langsung adalah bertentangan dengan isi undang-undang tetapi ekspresi dan keinginannya tersebut tetap merupakan suatu esensial dalam penetapan kepemimpinan. Masyarakat yang hanya memendam suaranya sendiri akan berdampak pada kemajuan negara. Bangsa yang melemahkan jantung demokrasi yang di mana suatu negara demokrasi tidak bisa berkembang tanpa adalah deruhan dari masyarakat. Esensi ini bukanlah masalah suara yang lebih besar atau tidak, melainkan semua deruhan rakyat akan memberikan pengaruh. Sebab, hal ini dipengaruhi oleh adanya pertimbangan pro dan kontra dalam suatu negara. Dalam konteks global, dinamika sosial juga memberikan dampak yang signifikan. Terbukanya ruang diskusi melalui massa telah mempengaruhi cara orang berkomunikasi dan menjalin hubungan di berbagai negara. Hal ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berdialog dan berbagi pengalaman dengan orang-orang dari berbagai budaya dan latar belakang.

Ada yang namanya kemampuan bernalar. Hal ini terkait dengan adanya kompetisi diri manusia dalam menjustifikasi suatu permasalahan. Yang di mana hak-hak manusia dalam berdemokrasi tidak hanya berkutat pada perkembangan negara, melainkan juga untuk individual. Kemampuan bernalar dapat membantu manusia dalam pengambilan keputusan. Politik yang berdemokrasi membutuhkan bangsa yang menghidupkan teater kenegaraan. Namun jahatnya studi di Indonesia adalah sedikitnya pemahaman manusia terhadap konsepsi reasoning adalah suatu proses yang berbeda dari proses-proses lainnya. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya insan-insan yang masih menormalisasikan kesesatan dalam berpikir. Kenyataannya menunjukkan demokrasi yang lemah mengurangi inovasi untuk membangunnya aspek-aspek yang kurang dalam kenegaraan. Ini mempengaruhi nasib mereka yang menghirup udara. Ketika rakyat tidak berani dalam beretorika terhadap pemimpin yang terjadi adalah tidak dapat melihat layak atau tidaknya seorang pemimpin, dan ini adalah yang sedang terjadi pada lingkup sekarang, membuat lingkaran yang berputar─rakyat tidak sepenuhnya memberikan kontrol.

BAGAIMANA?

Nah, jika dipikir bagaimana caranya untuk melaksanakan tatanan negara jika sudah tidak tertarik? Sebagai makhluk sosial, perlu dorongan dari naluri untuk melakukan sesuatu. “Namanya manusia, pasti butuh tujuan untuk melakukan sesuatu,” ujar teman saya pada tanggal 15 Februari 2023. Artinya dalam perpolitikan, suatu ketertarikan memberikan efek secara impulsif. Keterlibatan masyarakat dalam memberikan efek baik jangka pendek maupun panjang terhadap sugesti dalam memilih suatu kepemimpinan akan memberikan dinamika. Terkait hukum, esensi demokrasi memanglah dibuat agar individu dapat terkait dalam suatu keaktifan dari masyarakat adalah hal yang mengikat untuk melakukan aksinya. Ringkasnya, untuk mengatakan bahwa ketidakaktifan dalam berdialog tidak sama dengan mengatakan bahwa individu tertentu menginginkan individu lain untuk melakukan hal yang sama dengan dirinya. Berdialog adalah valid, bukan karena otoritas untuk berkehendak. Berdialog tetaplah valid walaupun individu tersebut tidak melaksanakannya. Dan hal inilah yang didefinisikan dalam konteks “reasoning” bahwa tiap-tiap individu memiliki kebebasan bersuara.

MILENIAL

Tertarik tidak harus mengimplementasikan politik sampai harus jadi penegak keadilan─tidak. Sebenarnya, pada era sekarang yang mayoritas sudah memegang berbagai macam teknologi canggih sudah cukup untuk melek politik. Apakah setiap warga negara wajib untuk tertarik pada politik? Tidak juga. Akan tetapi, tidak ada salahnya melek hukum dan/atau politik. Setiap manusia menghirup udara yang berbeda, ada yang mengalami konflik A; ada juga si tetangga barusan ketiban konflik B; lalu si Pak Toni misalnya habis tertimpa konflik C. Dalam eksistensinya, kita hidup di tempo yang berbeda. Tidak semua orang dapat menyukai politik hingga memeluk jurnal politik sambil tidur, tetapi pada dasarnya semua konflik dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan dan/atau mengimplementasikan sanksi dan/atau aturan yang ada. Jika memang tidak tertarik, setidaknya meminimalkan untuk melemahkan keaktifan politik dengan cara tidak melakbani suatu pandangan atau reasoning. Kacamata hukum saat ini tertutup oleh lumpur, sebagai Warga Negara Indonesia perlu untuk membersihkan lumpur yang telah menutupi kacamata hukum.

Gambar 1.2 : pexels.com

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai