Makan Yang Bikin Kenyang

Saya habis makan, sarapan, lantas saya bingung kenapa saya masih belum bisa kenyang padahal porsinya cukup banyak. Dalam kasus ini membuat saya mikir “Apa yang membuat hal ini bisa terjadi?” dan untuk menjawab pertanyaan itu sebetulnya cukup filosofis dan menyangkut pribadi saya sendiri dan/atau manusia lain yang sedang merasakan hal serupa dengan saya. Saya kalau makan punya kecenderungan belum kenyang kalau emang dari awal udah tidak nafsu liat makanan yang ada di depan saya, meskipun sudah lapar belum makan dua hari. Sebetulnya apa sih yang bikin ini bisa terjadi? Kenapa kita makan belum kenyang? Kebutuhan sudah terpenuhi dan seharusnya individu mendapatkan kepuasan setelah makan banyak. Nah, makan itu berkaitan dengan kepuasan. Definisi makan di sini dan kali ini, saya tak hanya ingin merujuk pada hal yang berupa “makanan” atau “minuman” jadi Anda bisa bebas dalam mengartikannya, karena yang saya akan kaitkan juga terhadap semua hal yang berkaitan dengan kepuasan manusia.

Individu kalau memberi makan dan memenuhi kebutuhan, selalu berharap kepuasan, bukan hanya sekadar terpenuhi. Menurut Diener dan Biswas‐Diener (2008) mengatakan bahwa kepuasan hidup merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.
Kepuasan hidup itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai dengan tingkat kegembiraan. Selain itu, tingkat keberhasilan individu ketika memecahkan masalah penting dalam kehidupannya juga mempengaruhi kebahagiaan dan menentukan kepuasan hidup individu tersebut (Hurlock, 2006). Menarik dari definisi tersebut, sudah jelas mengapa alasan individu sudah makan tetapi merasa masih belum kenyang, adalah karena bukan terkait hal yang individu tersebut inginkan. Individu baru dapat merasa kenyang jika memang adalah hal yang diinginkan. Yang perlu digarisbawahi adalah mengenai: apakah hal yang dilakukan dan/atau dikonsumsi memang berasal dari keinginannya atau bukan? Namun ada hal yang paling gawat dalam hal ini. Misalnya ketika dalam keadaan yang terdesak dan masih tak dapat melakukan apa-ap selain jalan pintas, maka yang dilakukan oleh individu adalah melakukan jalan pintas tersebut. Mengaitkan berdasarkan teori fraud yang berkaitan dengan tekanan (pressure), dapat membuat seseorang memenuhi nafsu tersebut. Namun hal ini bukan serta-merta jika A maka B dan jika B maka A. Maksud saya, ini hanya kemungkinan terburuknya sebab jika mengkaitkan dengan kasus kriminalitas, juga saling berkaitan. Alasan mengapa kriminal mencuri atau merampok padahal masih dapat “bernapas” atau “makan” atau “minum” (meskipun makanan yang tidak diinginkan) adalah sebab mereka belum dapat memenuhi kepuasannya. Alasan kenapa saya belum puas makan padahal saya sudah makan bubur: karena sebab tak menginginkan bubur. Beda cerita jika saya sedang ingin makan bubur dan saya makan bubur, otomatis saya merasa puas karena keinginan saya terpenuhi. Artinya terdapat motif ingin “memenuhi” dalam motif kejahatan. Pemenuhan tak serta-merta “asal” terpenuhi, tetapi juga menyangkut keinginannya di awal. Kenapa orang fakir miskin diberi makan merasa senang: karena sebab mereka memiliki keinginan untuk “makan” di awal. Ketika kaum fakir miskin memiliki keinginan untuk “makan daging” dan hanya diberi makan, mereka akan kenyang, tetapi belum tentu ia berhenti untuk memenuhi hal yang ia cari-cari dan diinginkan.

Terkait semua itu, semuanya dimanipulasi lebih dahulu oleh jiwa individu. Lantas, untuk membuat individu “kenyang” atau “puas” terhadap apa yang ada dalam individu, adalah individu tersebut harus mampu membuat otaknya sadar bahwa yang di depan matanya adalah yang diinginkan. Ketika masih “kekeuh” untuk makan bubur, padahal sedang tak ada bubur, maka bubur akan tetap menjadi destinasinya. Ketika pencuri kecil masih “kekeuh” yang diinginkannya adalah uang, padahal di depan matanya ada seonggok nasi, maka uang akan tetap menjadi destinasinya. Semua hanya terkait tujuan dalam hidup manusia. Sebab individu bebas dalam mengarang makna hidup, yang jadi patokan adalah terkait apa yang kita inginkan dan bukan yang kita butuhkan. Keinginan dan kebutuhan seharusnya adalah seimbang. Individu tak dapat hidup dengan puas jika tak terpenuhi keinginannya, tetapi jika memang selalu merasa kurang dalam kebutuhannya maka individu cenderung mempertahankan apa yang menjadi nafsu.

Atau, ada juga alasan mengapa individu tak bisa kenyang meskipun sudah makan. Sebenarnya individu sudah kenyang, hanya saja nafsu dan rasa penasaran itu masih ada sebab merasa “bosan” atau ingin mencoba hal yang baru. Sehubungan kepuasan juga terkait dengan kesenangan, individu akan sulit menemukan kesenangan itu sendiri ketika tak ada niat untuk memuaskan dengan barang yang ada di depannya sekarang.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai